Senin, 23 November 2015

Occupational Noise : Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan di Lingkungan Kerja


Terkadang kita tidak begitu peduli dengan suara mesin yang sedang beroperasi, suara yang mendengung dari spare part mesin yang longgar, ataupun obrolan orang-orang di tempat umum yang membuat gaduh. Semua itu kita anggap biasa dan membiarkan fungsi tubuh kita beradaptasi dengan kondisi seperti itu hingga pada akhirnya merasa terbiasa. Padahal kondisi tersebut termasuk kondisi kurang nyaman dan tidak baik bagi kesehatan khususnya pendengaran.
Di kota-kota besar kebisingan dari lalu lalang kendaraan pun cukup mengganggu. Bapedal Kodya Bandung melaporkan, tiga sumber utama pencemaran udara adalah NO(x), debu, dan kebisingan (Pikiran Rakyat, 31-8-1999).
Kasus lain dialami saat mendengarkan walkman atau menikmati musik di diskotik. Bunyi yang diperdengarkan biasanya berintensitas tinggi namun orang yang mendengarnya tidak merasa terganggu malah menikmatinya. Kebisingan yang ditimbulkannya setara dengan suara mesin bor yang intensitasnya mencapai 96 dB. Bahkan hasil penelitian di Australia menyebutkan, anak-anak yang sering mendengarkan walkman sejak usia 10-an tahun, kemungkinan akan menderita tuli pada usia 30-an tahun.
Selain menimbulkan ketulian baik sementara maupun permanen, kebisingan juga dapat menimbulkan dampak yang lain seperti terganggunya proses komunikasi, emosi di luar kontrol, hingga masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya tekanan darah dan penyakit jantung.

Pengertian dan jenis kebisingan
Adapun kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki dan kehadirannya  dapat mengganggu kenyamanan dan membahayakan kesehatan manusia. Jika kita tidak bisa menghindari adanya kebisingan maka yang dapat kita lakukan adalah memperhatikan intensitas kebisingan dan lamanya kebisingan itu terjadi (waktu pemaparan) . Intensitas kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan decibel (dB).
Berdasarkan sumbernya, kebisingan dapat dibagi menjadi empat. Yang pertama, kebisingan kontinyu berspektrum luas (misal: mesin, kipas angin, dan dapur pijar). Kedua, kebisingan kontinyu dengan spektrum sempit (contoh: gergaji sirkuler dan katup gas). Kemudian ada kebisingan impulsif, semisal tembakan bedil, meriam. Terakhir, kebisingan impulsif berulang, seperti mesin tempa perusahaan.

Nilai ambang batas kebisingan dan alat ukurnya
Masalah kebisingan ini tidak lepas dari perhatian pemerintah. Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah berwenang membuat aturan agar warganya terlepas dari masalah kebisingan dan merasa terjamin kenyamanan dan kesehatannya. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan aturan mengenai nilai ambang batas/baku intensitas kebisingan.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, menyebutkan bahwa NAB kebisingan adalah sebesar 85 dB dengan waktu pemajanan selama 8 jam/hari. Sasaran dari peraturan ini adalah para pekerja yang pada umumnya bekerja selama 8 jam/hari dan berlaku di tempat kerja. Apabila intensitas kebisingannya melebihi NAB maka waktu pemajanannya diatur seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. NAB Kebisingan (Lampiran I.2. Permenakertrans ini)
Waktu pemajanan per hari
Intensitas kebisingan (dB)
8
jam
85
4
88
2
91
1
94
30
menit
97
15
100
7,5
103
3,75
106
1,88
109
0,94
112
28,12
detik
115
14,06
118
7,03
121
3,52
124
1,76
127
0,88
130
0,44
133
0,22
136
0,11
139
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Sedangkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat  Kebisingan, menyebutkan adanya baku tingkat kebisingan yang berbeda di setiap jenis tempat berdasarkan peruntukannya, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Baku Tingkat Kebisingan (Lampiran I Kepmenneg LH ini)
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan
Tingkat kebisingan dB (A)
a.   Peruntukan Kawasan,
       Perumahan dan Pemukiman
          Perdagangan dan Jasa
         Perkantoran dan Perdagangan
       Ruang Terbuka Hijau
       Industri
          Pemerintahan dan Fasilitas Umum
       Rekreasi
       Khusus
-     Bandar Udara
-     Stasiun Kereta Api
-     Pelabuhan Laut
-     Cagar Budaya
b.   Lingkungan Kegiatan,
       Rumah Sakit atau sejenisnya
       Sekolah atau sejenisnya
       Tempat ibadah atau sejenisnya

55
70
65
50
70
60
70


60
70



55
55
55
Menurut Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan yang dihasilkan dari usaha atau kegiatan manusia memberikan dampak yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap kebisingan  untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Hal serupa pun dilakukan oleh Menteri Kesehatan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona, sebagai berikut :
·           Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 – 45 dB.
·           Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45 – 55 dB.
·           Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 – 60 dB.
·           Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60 – 70 dB.


Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah sound level meter. Alat ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan data. bentuknya dapat dilihat  pada gambar berikut ini :

Sound Level Meter
Bisa juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan data, yaitu noise logging dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian khusus untuk menggunakannya, termasuk untuk menentukan titik pengukurannya.

Dampak kebisingan
Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut dapat menimbulkan dampak yang negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan, antara lain  sebagai berikut :
a.  Dampak kebisingan intensitas tinggi,
·           Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. 
·           Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti : meningkatnya tekanan darah dan tekanan jantung, resiko serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.
·           Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.
b.  Dampak kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain. Kebisingan intensitas rendah secara fisiologi tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun kehadirannya sering dapat menyebabkan :
·           Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja.
·           Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Dapat pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
·           Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
·           Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-tiba. Meskipun denging itu akan hilang dalam beberapa jam, namun bisa dijadikan sebagai indikator rusaknya pendengaran.


Pengendalian kebisingan
Kebisingan terjadi karena ada sumber bising, media pengantar (berbentuk materi atau udara), dan manusia yang terkena dampak. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap salah satu bagian di atas atau ketiga-tiganya. Tapi sebelum melakukan pengendalian sebaiknya dilakukan dulu pengukuran.
Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau mereparasinya, dapat pula dengan menempatkan peredam pada sumber getaran. Tetapi alternatif ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya membutuhkan biaya yang tinggi.
Sedangkan pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara, seperti busa, ijuk, dll.
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanggulangannya bisa dengan membuat jalur hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat mengurangi suara bising, walau sejauh ini belum ada penelitian berapa besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah pohon.
Pengendalian kebisingan bisa juga dilakukan dengan memproteksi telinga dengan menggunakan APD (alat pelindung diri). Ada tutup telinga (ear muff), ada juga sumbat telinga (ear plug). Tutup telinga biasanya lebih efektif daripada sumbat telinga. Kalau tutup telinga bisa menurunkan kebisingan antara 25 - 40 dB, kemampuan sumbat telinga lebih kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet dapat menurunkan kebisingan 18 - 25 dB. Apalagi bahan cotton wool yang hanya menurunkan 8 dB. Gambar APD di atas dapat dilihat pada gambar berikut :

Ear Muff

Ear Plug




Kebisingan kelihatannya wajar bagi sebagian orang, namun dampaknya bisa luar biasa jika dibiarkan. Dampak yang paling terlihat adalah terganggunya indera pendengaran baik yang sementara maupun permanen/ketulian. Dampak yang lainnya yaitu adanya gangguan kesehatan seperti meningkatnya tekanan darah, penyebab penyakit jantung, gangguan pencernaan, stres, depresi, dll. Masalah sosial juga dapat terjadi, sebagai akibat meningkatnya emosi masyarakat karena merasa terganggu kenyamanannya. Selain itu, kebisingan juga dapat menurunkan kinerja pekerja akibat timbulnya kelelahan dini, hilangnya konsentrasi dan gangguan komunikasi. Menurunnya kinerja pekerja berdampak pada terganggunya perekonomian negara. Untuk menghindari permasalahan di atas perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap kebisingan yang terjadi disertai dengan komitmen kuat dari semua pihak yang terkait untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat.

Daftar pustaka:
·           Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
·           Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat  Kebisingan
·           Peraturan Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang Kebisingan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar