Terkadang kita tidak
begitu peduli dengan suara mesin yang sedang beroperasi, suara yang mendengung
dari spare part mesin yang longgar,
ataupun obrolan orang-orang di tempat umum yang membuat gaduh. Semua itu kita
anggap biasa dan membiarkan fungsi tubuh kita beradaptasi dengan kondisi
seperti itu hingga pada akhirnya merasa terbiasa. Padahal kondisi tersebut
termasuk kondisi kurang nyaman dan tidak baik bagi kesehatan khususnya
pendengaran.
Di kota-kota besar kebisingan dari lalu lalang kendaraan pun
cukup mengganggu. Bapedal Kodya Bandung melaporkan, tiga sumber utama
pencemaran udara adalah NO(x), debu, dan kebisingan (Pikiran Rakyat,
31-8-1999).
Kasus lain dialami saat
mendengarkan walkman atau menikmati
musik di diskotik. Bunyi yang diperdengarkan biasanya berintensitas tinggi namun
orang yang mendengarnya tidak merasa terganggu malah menikmatinya. Kebisingan yang ditimbulkannya
setara dengan suara mesin bor yang intensitasnya mencapai 96 dB. Bahkan hasil
penelitian di Australia menyebutkan, anak-anak yang sering mendengarkan walkman
sejak usia 10-an tahun, kemungkinan akan menderita tuli pada usia 30-an tahun.
Selain menimbulkan
ketulian baik sementara maupun permanen, kebisingan juga dapat menimbulkan
dampak yang lain seperti terganggunya proses komunikasi, emosi di luar kontrol,
hingga masalah kesehatan lainnya seperti meningkatnya tekanan darah dan
penyakit jantung.
Pengertian
dan jenis kebisingan
Adapun kebisingan
dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki dan kehadirannya dapat mengganggu kenyamanan dan membahayakan kesehatan
manusia. Jika kita tidak bisa menghindari adanya kebisingan maka yang dapat
kita lakukan adalah memperhatikan intensitas kebisingan dan lamanya kebisingan
itu terjadi (waktu pemaparan) . Intensitas kebisingan adalah arus energi per
satuan luas yang dinyatakan dalam satuan decibel (dB).
Berdasarkan sumbernya, kebisingan dapat dibagi menjadi
empat. Yang pertama, kebisingan kontinyu berspektrum luas (misal: mesin, kipas
angin, dan dapur pijar). Kedua, kebisingan kontinyu dengan spektrum sempit (contoh:
gergaji sirkuler dan katup gas). Kemudian ada kebisingan impulsif, semisal
tembakan bedil, meriam. Terakhir, kebisingan impulsif berulang, seperti mesin
tempa perusahaan.
Nilai
ambang batas kebisingan dan alat ukurnya
Masalah kebisingan
ini tidak lepas dari perhatian pemerintah. Sebagai pembuat kebijakan,
pemerintah berwenang membuat aturan agar warganya terlepas dari masalah
kebisingan dan merasa terjamin kenyamanan dan kesehatannya. Untuk itu, pemerintah
mengeluarkan aturan mengenai nilai ambang batas/baku intensitas kebisingan.
Menurut Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, menyebutkan bahwa NAB
kebisingan adalah sebesar 85 dB dengan waktu pemajanan selama 8 jam/hari.
Sasaran dari peraturan ini adalah para pekerja yang pada umumnya bekerja selama
8 jam/hari dan berlaku di tempat kerja. Apabila intensitas kebisingannya
melebihi NAB maka waktu pemajanannya diatur seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. NAB Kebisingan (Lampiran I.2. Permenakertrans ini)
Waktu
pemajanan per hari
|
Intensitas
kebisingan (dB)
|
|
8
|
jam
|
85
|
4
|
88
|
|
2
|
91
|
|
1
|
94
|
|
30
|
menit
|
97
|
15
|
100
|
|
7,5
|
103
|
|
3,75
|
106
|
|
1,88
|
109
|
|
0,94
|
112
|
|
28,12
|
detik
|
115
|
14,06
|
118
|
|
7,03
|
121
|
|
3,52
|
124
|
|
1,76
|
127
|
|
0,88
|
130
|
|
0,44
|
133
|
|
0,22
|
136
|
|
0,11
|
139
|
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140
dBA, walaupun sesaat.
Sedangkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, menyebutkan adanya baku tingkat
kebisingan yang berbeda di setiap jenis tempat berdasarkan peruntukannya,
antara lain dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Baku Tingkat Kebisingan
(Lampiran I Kepmenneg LH ini)
Peruntukan
Kawasan/Lingkungan Kesehatan
|
Tingkat kebisingan dB (A)
|
a. Peruntukan
Kawasan,
Perumahan
dan Pemukiman
Perdagangan
dan Jasa
Perkantoran
dan Perdagangan
Ruang
Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan
dan Fasilitas Umum
Rekreasi
Khusus
- Bandar
Udara
- Stasiun
Kereta Api
- Pelabuhan
Laut
- Cagar
Budaya
b. Lingkungan
Kegiatan,
Rumah
Sakit atau sejenisnya
Sekolah
atau sejenisnya
Tempat
ibadah atau sejenisnya
|
55
70
65
50
70
60
70
60
70
55
55
55
|
Menurut Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan yang dihasilkan
dari usaha atau kegiatan manusia memberikan dampak yang dapat mengganggu
kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya pengendalian terhadap kebisingan
untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Hal serupa pun dilakukan
oleh Menteri Kesehatan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.718
tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian
wilayah dalam empat zona, sebagai berikut :
·
Zona A adalah zona untuk
tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat
kebisingannya berkisar 35 – 45 dB.
·
Zona B untuk perumahan,
tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45 – 55 dB.
·
Zona C, antara lain
perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 – 60
dB.
·
Zona D bagi lingkungan
industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60 –
70 dB.
Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas
kebisingan adalah sound level meter. Alat
ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan data. bentuknya dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
Sound Level Meter |
Bisa juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan
data, yaitu noise logging dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian
khusus untuk menggunakannya, termasuk untuk menentukan titik pengukurannya.
Dampak
kebisingan
Kebisingan yang
identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut dapat menimbulkan dampak yang
negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua
berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan,
antara lain sebagai berikut :
a. Dampak
kebisingan intensitas tinggi,
·
Umumnya menyebabkan
terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan
daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau
ketulian.
·
Secara fisiologi, kebisingan
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti :
meningkatnya tekanan darah dan tekanan jantung, resiko serangan jantung
meningkat, dan gangguan pencernaan.
·
Reaksi emosional masyarakat,
apabila kebisingan dari suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat
sekitarnya menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.
b. Dampak
kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di
lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan
lain-lain. Kebisingan intensitas rendah secara fisiologi tidak menyebabkan
kerusakan pendengaran. Namun kehadirannya sering dapat menyebabkan :
·
Penurunan performansi kerja,
yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja.
·
Sebagai salah satu penyebab
stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena kebisingan
dapat menyebabkan kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Dapat pula
menimbulkan keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
·
Gangguan reaksi psikomotorik
dan kehilangan konsentrasi.
·
Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang
sering muncul tiba-tiba. Meskipun denging itu akan hilang dalam beberapa jam,
namun bisa dijadikan sebagai indikator rusaknya pendengaran.
Pengendalian
kebisingan
Kebisingan terjadi karena ada sumber
bising, media pengantar (berbentuk materi atau udara), dan manusia yang terkena
dampak. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap salah satu bagian di
atas atau ketiga-tiganya. Tapi sebelum melakukan pengendalian sebaiknya
dilakukan dulu pengukuran.
Pengurangan kebisingan pada
sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau mereparasinya, dapat
pula dengan menempatkan peredam pada sumber getaran. Tetapi alternatif ini
memerlukan penelitian intensif dan umumnya membutuhkan biaya yang tinggi.
Sedangkan pengurangan kebisingan
pada media transmisi dapat dilakukan dengan memberi pembatas atau sekat antara
mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding,
plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara, seperti busa, ijuk, dll.
Apabila sumber kebisingannya lalu
lintas, penanggulangannya bisa dengan membuat jalur hijau dan penanaman pohon.
Tanaman diyakini dapat mengurangi suara bising, walau sejauh ini belum ada
penelitian berapa besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah pohon.
Pengendalian kebisingan bisa juga
dilakukan dengan memproteksi telinga dengan menggunakan APD (alat pelindung
diri). Ada tutup telinga (ear muff), ada juga sumbat telinga (ear plug). Tutup
telinga biasanya lebih efektif daripada sumbat telinga. Kalau tutup telinga
bisa menurunkan kebisingan antara 25 - 40 dB, kemampuan sumbat telinga lebih
kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet dapat menurunkan kebisingan 18 - 25
dB. Apalagi bahan cotton wool yang hanya menurunkan 8 dB. Gambar APD di
atas dapat dilihat pada gambar berikut :
Ear Muff |
Ear Plug |
Kebisingan kelihatannya
wajar bagi sebagian orang, namun dampaknya bisa luar biasa jika dibiarkan.
Dampak yang paling terlihat adalah terganggunya indera pendengaran baik yang
sementara maupun permanen/ketulian. Dampak yang lainnya yaitu adanya gangguan
kesehatan seperti meningkatnya tekanan darah, penyebab penyakit jantung,
gangguan pencernaan, stres, depresi, dll. Masalah sosial juga dapat terjadi,
sebagai akibat meningkatnya emosi masyarakat karena merasa terganggu
kenyamanannya. Selain itu, kebisingan juga dapat menurunkan kinerja pekerja
akibat timbulnya kelelahan dini, hilangnya konsentrasi dan gangguan komunikasi.
Menurunnya kinerja pekerja berdampak pada terganggunya perekonomian negara.
Untuk menghindari permasalahan di atas perlu dilakukan upaya pengendalian
terhadap kebisingan yang terjadi disertai dengan komitmen kuat dari semua pihak
yang terkait untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat.
Daftar pustaka:
·
Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
·
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
·
Peraturan Menteri Kesehatan
No.718 tahun 1987 tentang Kebisingan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar